This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Saturday 23 January 2021

Kontrakan Dengan Sekumpulan Penghuni Gaib

 Awal tahun 1998, PS – Sumatera Utara

Akan mengakhiri kelas 3 STM disalah satu sekolah menengah Teknik Swasta, teman-teman disekolah sudah pada punya rencana kemana tujuan setelah tamat sekolah nanti. Ada yang rencana buka usaha service, ada yang ingin buka usaha, ada yang mau masuk Angkatan, ada yang mau masuk Polisi, ada yang mau lanjut kuliah di luar Sumatera Utara. Sementara aku sendiri masih belum menentukan kemana rencana selanjutnya?  Tidak terpikir dibenakku akan melanjutkan kuliah, karena niat hati masih ingin senang-senang menikmati kebebasan.

Suatu sore saat dirumah kumpul bersama keluarga, Ibuku tiba-tiba berkata apa rencana yang akan aku lakukan setelah tamat nanti dari STM? Aku cuma mengatakan “belum tahu”, karena memang aku belum tahu apa yang akan aku lakukan selepas tamat STM. Kemudian Ibu aku berkata “kau ke kota B saja kuliah, disana ada Tulangmu (Paman)”. Aku terdiam, antara senang dan ragu. Soalnya aku masih senang main sama teman-teman dikampung. Setelah mikir-mikir sebentar, lalu aku menjawab “ok mak,aku akan ke B tapi aku gak mau langsung kuliah, aku mau menikmati kebebasan dulu”. Lalu ibu aku bilang “terserah, yang penting jangan lama-lama dikota ini setelah tamat STM, ditempat ini anak-anak muda bandal-bandal, banyak yang pakai narkoba”. Lalu aku jawab “iya mak”.

Sekitar Bulan April 1998, PS – Sumatera Utara

Suatu malam, aku bermimpi aneh. Dalam mimpiku, aku membuka gorden yang dibaliknya adalah dinding kaca. Ternyata aku berada didalam satu rumah yang aku tidak tahu itu rumah siapa. Setelah aku buka gorden, diluar rumah terlihat ada jalan dan dipinggir jalan tersebut ada beberapa becak dayung mangkal. Aku heran lihat becak tersebut karena belum pernah lihat becak seperti itu. Aku Cuma pernah lihat becak seperti itu didalam acara televisi. Karena ditempatku, becak menggunakan motor besar yang dinamakan dengan BSA dan orang ditempat aku mengatakan bessa (becak). Kemudian aku terbangun dan memikirkan apa arti mimpiku tersebut? Lalu aku mengambil kesimpulan kalau mimpi itu tidak punya arti dan cuma hiasan tidur belaka.

Juni 1998, PS – Sumatera Utara

Setelah tamat dari STM dan telah menerima izajah, akupun berangkat ke kota B menggunakan transportasi darat. Saat itu transportasi darat dari tempatku ke kota B adalah bus ALS (Antar Lintas Sumatera). Aku berangkat hari Senin dengan diantar Ibu dan adik-adikku. Sedih sih saat itu harus berpisah dengan ibu dan adik-adikku serta kota kelahiranku tercinta. Tapi demi cita-cita, aku harus kuat dan memeluk ibu serta menyalami adik-adikku.

Juni 1998, B – Jawa Barat

Sampai dikota B hari Rabu malam sekitar jam 00.00 lebih turun dari Bus, aku angkat barang-barangku keluar dari loket pool ALS yang ada di jalan KRC dan mencari wartel untuk menghubungi Pamanku agar menjemput aku. Selang setengah jam, Pamanku datang menggunakan sepeda motor bebek. Lalu akupun diajak kekontrakan mereka. Dikontrakan ini, Pamanku ada 3 orang yang tinggal disana. Mereka adalah saudara kandung abang beradik. Paman yang menjemput aku masih kuliah disalah satu kampus ekonomi swasta, satu lagi seumuran denganku baru tamat SMA, kemudian yg satu lagi naik kelas 3 SMA. Setelah menyimpan bawaanku, kemudian akupun bersih bersih badan dan mengganti pakaian buat tidur. Sebelum tidur, aku ngobrol-ngobrol sebentar dengan Paman mengenai kabar keluarga dikampung dan pengalaman selama perjalanan 3 hari didalam bus. Sambil ngobrol, aku memperhatikan kondisi kontrakan ini sedikit tua. Ada 3 kamar tidur, 1 kamar mandi didalam dan satu dibelakang. Kemudian dapur terpisah dengan rumah. Berada ditengah-tengah komplek perumahan. Posisi rumah pas disudut, dimana didepan ada jalan komplek dan disamping kanan juga jalan komplek. Disebelah kiri tetangga. Dibelakang tersisa halaman sedikit lalu rumah tetangga yang dibatasi dengan parit. Dihalaman belakang ada bekas pompa air yang sudah tidak bisa digunakan lagi. Setelah itu, akupun tertidur diruang keluarga beralaskan karpet karena ngantuk.

Ke esokan harinya, aku bangun tetapi Paman-pamanku belum pada bangun. Mungkin tidurku kurang nyenyak karena bukan dikamar sendiri. Lalu aku berjalan keruang depan dan mencoba menyibak gorden sekedar mengetahui seperti apa sih wajah orang-orang B yang isunya cewek-cewek disini cantik-cantik seperti artis Nike Ardilla dan Desy Ratnasari. Setelah gorden aku buka, ternyata cuma ada beberapa becak dayung yang mangkal. Kemudian didepan rumah ada tersisa sekitar 1,5 m halaman yg ditengahnya tumbuh pohon mangga.

Setelah ketiga Pamanku bangun, kamipun minum kopi diruang tengah sambil berbagi cerita. Oh iya, Paman-Pamanku ini adalah adik-adik ibuku. Mereka 13 bersaudara dan ibuku adalah yang paling tua. Kebiasaan ditempat ini ternyata kalau pagi-pagi makan gorengan yang dinamakan dengan bala-bala kalau ditempat aku namanya bakwan. Saat itu harga gorengan cuma 100 perak. Diantara ketiga Pamanku, aku lebih akrab dengan Pamanku yang masih sekolah SMA, namanya Saut. Paman aku inipun mengatakan apakah malam tadi aku tidur nyenyak? Aku mengatakan biasa saja, mungkin karena bukan tempat tinggalku sendiri jadi aku kurang nyenyak tidurnya. Lalu Pamanpun mengatakan agar aku jangan kaget kalau ada hal-hal aneh nantinya selama tinggal dikontrakan ini. Aku sempat sedikit heran kenapa Paman bilang begitu? Tetapi akhirnya aku pahami, kalau hal-hal aneh yang dimaksud adalah soal hal-hal gaib/mistis yang terjadi dikontrakan ini. Soalnya bukan sekali dua kali kalau setiap penghuni baru selalu mengalami gangguan gaib. Tidak cuma malam hari saja, tapi bisa terjadi saat pagi, siang ataupun sore. Seganas itukah penghuni tempat ini? Tapi Pamanku justru heran mendengar jawabanku, “oh itu aku tidak takut Tulang (Paman), aku justru senang dengan hal-hal mistis seperti itu”. Lalu Pamankupun lega karena aku tidak takut. Dia sendiri sebenarnya takut tapi karena sudah biasa, jadinya tidak terlalu lagi. Pamanku cerita kalau dikontrakan ini, setiap orang baru yang menginap, baik itu teman-teman mereka maupun keluarga yang berkunjung, selalu mengalami pengalaman yang tidak mengenakkan kalau malam hari saat tidur. Adalah yang kena tindi, ada yang selimutnya ditarik, ada yang dengar suara orang jalan didepan, ada suara perempuan ngobrol-ngobrol, ada suara orang mompa air padahal tidak ada pompa air, yang ada cuma bekas pompa air dibelakang. Dan menurut pengalaman Paman-Pamanku, mereka berkesimpulan kalau penghuni kontrakan ini ada “perempuan”, “kakek-kakek” dan juga “anak kecil”. Kalau yang kakek kakek, biasanya didepan kamar Pamanku (yang menjemput aku, namanya Posma), karena kamar dia punya pintu depan dan bisa langsung kedepan tanpa melalui ruang depan. Kalau yang “perempuan”, biasanya ada didepan rumah dibawah pohon mangga dan juga kadang dibelakang. Kalau yang “anak kecil” biasanya sering terdengar disamping rumah yang ada jalan komplek samping.

Gangguan Pertama – Tertimpa mahluk gaib saat tidur

Aku lupa tepatnya apakah itu hari ketiga atau hari ke empat. Suatu malam saat aku tidur, tiba-tiba tengah malam aku mendengar ada orang yang ngobrol-ngobrol diruang tengah. Hanya saja aku kurang jelas apakah itu suara perempuan atau suara laki-laki? Karena suaranya saat itu tidak terlalu jelas, seakan akan mereka takut orang terbangun. Semula aku mengira itu adalah teman-teman kuliah Paman aku yang datang berkunjung. Karena kontrakan ini dijadikan Base camp oleh teman-teman kuliah Pamanku. Tidak jarang mereka menggunakan tempat ini bermain kartu sampai pagi hari. Tetapi aku pikir-pikir, kalau teman-teman Pamanku tidak ada berkunjung malam tadi?! Terlintas juga dibenakku ada maling yang akan masuk kerumah. Aku mulai makin konsentrasi mendengar obrolan “mereka”. Dan ternyata aku baru sadar kalau penerangan dalam kamar ini ternyata tidak seperti biasa. Lampu kamar ini biasanya menggunakan lampu neon warna putih dan bukan seterang lampu teplok (lentera kecil yang bahan bakarnya menggunakan minyak tanah). Karena penerangan kamar saat ini adalah penerangan lampu teplok. Samar-samar aku mulai memahami kondisi yang kualami, pasti aku tidak bisa bergerak dan sukmaku pasti berada dialam gaib. Itu menurutku, karena aku pernah mengalami kejadian seperti ini saat masih dikampung. Benar saja, ketika aku coba bergerak ternyata tidak ada satupun anggota tubuhku yang bisa bergerak kecuali mata. Aku coba bersuara, ternyata benar juga suaraku tidak ada yang keluar. Aku faham kondisi seperti ini tidak boleh panik. Karena menurut yang aku baca, kondisi seperti ini bukan karena gangguan hantu, tapi karena kelelahan dalam otak yang mengakibatkan kinerja otak terganggu sehingga tidak bisa mengirimkan sinyal ke anggota tubuh sehingga system motoric tubuh kita terganggu. Aku telah menciptakan trik untuk mengatasi seperti ini, yaitu dengan tidak panik, atur nafas, tenangin diri, lalu secara perlahan-lahan hitung sampai 3 dalam hati dan segera menghentakkan tubuh dengan tiba-tiba. Simsalabim …. Ternyata trik yang aku gunakan berhasil.  Saat aku sadar, ternyata kondisi kamar gelap (biasanya kita tidur mematikan lampu) dan tanganku juga bisa bergerak. Lalu aku bangun dan keluar kamar sekedar memperhatikan ada apa sebenarnya? Apakah itu memang betulan orang yg lagi ngobrol atau cuma sekedar mimpi? Ternyata diluar kamar sunyi senyap dan tidak ada yang aneh. Akupun kekamar kecil sekalian buang air kecil lalu tidur kembali.

Gangguan kedua – Nenek-nenek di dapur

Seperti yang aku jelaskan dibagian atas, dapur yang kita punya itu berada dibagian belakang. Jadi harus keluar dari pintu belakang untuk memasuki dapur. Dapur ini sudah kumuh tidak terawat. Mempunyai jendela kaca tapi setengah menggunakan nako. Jendela ini tidak punya gorden sehingga aktifitas didalam dapur bisa terlihat orang dari luar. Dinding dapur ini juga sudah menghitam karena lembab dan terkena rembesan air. Genteng juga sudah banyak yang bocor tapi kami tidak punya pilihan, tempat ini menjadi dapur. Kami terpaksa menerima keadaan seperti ini karena biaya kontrakannya murah meriah dIbuat yang punya rumah. Mungkin mereka mikir, daripada tidak ada yang menempati rumah ini, yah dikontrakkan saja dengan harga murah, tanpa renovasi.

Suatu hari aku pulang dari kota sendirian karena jalan-jalan sekedar mengetahui kota B. Aku keliling-keliling kota menggunakan angkutan umum dan pulang sekitar jam setengah 6 sore. Seperti biasa, kami kalau masuk kerumah dari pintu belakang yang masuknya dari samping. Karena disamping rumah juga jalan komplek. Waktu itu keadaan sudah mulai samar-samar saat aku turun dari ojek disamping rumah. Sekilas aku lihat ada orang didapur, seorang nenek-nenek. Nenek tersebut berdiri persis didepan jendela kaca didalam dapur. Dia melihat kearah jalan tempat aku turun naik ojek. Setelah aku membayar biaya ojek, kemudian langsung menuju dapur dimana nenek-nenek tadi terlihat berdiri sekedar memastikan siapa orang tua tersebut. Aku beranggapan dia adalah tamu atau keluarga yang datang berkunjung. Waktu aku sampai didapur, aku tidak mendapati siapapun disana. Aku sempat berdiri didepan pintu dapur dan memikirkan apa yang tadi aku lihat. Apakah itu benar-benar orang atau Cuma bayangan karena suasana kurang cahaya? Akhirnya aku menganggap kalau itu cuma ilusinasiku dan aku meneruskan untuk masuk kerumah. Ternyata Paman-pamanku sudah dirumah 2 orang sambil nonton tv diruang keluarga yang bersebelahan dengan dapur. Lalu aku ceritakan barusan yang aku lihat sama kedua Pamanku. Mereka Cuma santai saja menanggapinya dan mengatakan kalau itu mungkin salah satu penghuni rumah ini. Tidak terlihat kekagetan dimata mereka dan masih asyik dengan tontonan mereka.

Tahun 1999, Gangguan ketiga – anak-anak kecil bermain disamping rumah

Pernah satu malam aku lupa persisnya bulan dan hari apa, saat aku tidur dikamar salah satu Pamanku, kamarnya terletak dibagian belakang pas dipinggir jalan samping. Aku memang sudah terbiasa tidur sampai larut malam. Waktu itu kami belum ada yang punya ponsel begitu juga perlengkapan komputer. Jadi aku kalau malam menghabiskan waktu membaca majalah dan buku-buku. Paman aku sudah tertidur diranjang atas. Karena ranjang kami bagian bawah bisa ditarik tapi belum springbed. Aku tidur dibagian bawah. Waktu itu sekitar pukul setengah 2 subuh kalau tidak salah. Pertama aku mendengar seperti ada suara orang berlari disamping rumah tapi hentakan kakinya tidak berat. Namanya tengah malam dikomplek perumahan pula, pasti suara sedikit saja sangat jelas terdengar apalagi suara orang berlari. Semula aku menganggap itu mungkin anjing yang sedang bermain, karena ada juga beberapa orang dari daerahku yang tinggal didaerah komplek tersebut dan memelihara anjing. Tetapi semakin lama suara-suara tersebut makin ramai. Bahkan ada suara-suara anak kecil kalau menurut aku masih dibawah umur 5 tahun seakan-akan sebelah kontrakan dijadikan tempat bermain. Aku terus berkonsentrasi menyimak aktifitas disebelah kontrakan dan aku meyakinkan sesadar-sadarnya kalau itu benar suara-suara anak kecil sedang bermain. Ada yang ketawa-ketawa, ada yang lempar-lemparan kaleng, ada yang mukul kayu-kayu. Aku mencoba membangunkan Pamanku yang tidur diatas tempat tidur, tapi Pamanku tetap lelap dan sudah dibangunin. Iseng aku buka gorden, walaupun nantinya pas dibuka bukan menghadap samping, karena jendela kamar menghadap belakang. Tapi setidaknya posisi jendela sudah lebih dekat kesamping dan pastinya akan kelihatan tanda-tanda kalau ada orang yang berakfitas disebelah. Ketika gorden aku buka, belum juga tanganku memegang gorden jendela, suara-suara tersebut sudah hilang berganti dengan suasana sepi mencekam. Saking penasarannya saya, aku terduduk dibawah jendela bersandar ditembok sambil memegang gorden, menunggu suara-suara tersebut muncul lagi. Ternyata suara-suara maupun aktifitas yang tadi tidak muncul lagi. Aku perhatikan dari gorden jendela yang sedikit tersingkap, dilangit bulan purnama terlihat bulat bersinar. Hingga kemudian aku mengantuk dan kembali tidur.

Esoknya kejadian yang tadi malam aku ceritakan kepada Paman-pamanku. Mereka Cuma bilang “sudahlah biarin saja begitu, yang penting kita tidak diganggu dan tidak mengalami musibah sampai sejauh ini”. Setelah aku pikir-pikir, yah betul juga, ngapain juga aku usil ngusik keberadaan mereka sedang mereka tidak mengganggu. Mereka cuma beraktifitas layaknya kita beraktifitas didunia kita.

Masih ditahun 1999, Perempuan Memompa Air - Kuntilanak

Hari-hari aku lalui seperti biasanya dan semua fenomena-fenomena ganjil yang ada dikontrakan sudah tidak terlalu aku gubris. Karena memang aku bukan tipe orang penakut terhadap hal-hal gaib. Aku justru suka ada hal-hal gaib disekitarku. Bukan berarti aku takabur dan sok jagoan, cuma aku senang mengamati hal-hal yang berbau mistis sekedar ingin mengetahui bagaimana sih kehidupan didunia mereka?

Seperti malam itu, cuaca sejak sore memang tidak bersahabat, gerimis mulai sore sampai malam. Walau tidak deras, tapi awetnya kebangetan. Kadang berhenti kadang turun dikit-dikit. Kebetulan dikontrakan ada teman-teman Paman Posma datang berkunjung dan menginap dikontrakan. Kami nonton DVD rentalan sampai jam 12 malam. Setelah beberapa film kami tonton, satu persatu mereka tepar didepan tv karena ngantuk. Berhubung aku juga ngantuk, aku mematikan tv dan dvd begitu juga lampu ruang tamu. Yang hidup Cuma lampu ruang keluarga karena mereka semua tidur disana begitu juga Pamanku Obet. Aku kemudian masuk kamar dan tidur sambil matikan lampu. Kali ini aku tidur dikamar sendirian. Karena Paman tidur diruang tamu. Tadinya aku mau tidur disana, tapi aku lihat tempat sudah tidak ada. Jadinya aku beranjak kekamar dan tidur sendiri.

Aku terbangun tengah malam karena aku dengar ada suara besi bergesekan pelan-pelan. Aku tidak langsung beranjak dari tempat tidur, aku tetap posisi berbaring sambil mengumpuli kesadaran untuk memahami suara tersebut. Suara tersebut seperti suara engsel besi karatan yang berbunyi “ngekkk ngekkk ngekkk”. Yah itu suara pompa air yang digunakan menggunakan tangan. Bukan pompa air listrik. Tapi suara ini seperti pompa yang sudah lama tidak digunakan dan kedengarannya yang memompa sangat keberatan memompa airnya. Lama aku merenungi suara dibelakang rumah memastikan itu suara apa sebenarnya? Masa jam-jam segini ada orang yang mengambil air tengah malam? Karena waktu itu perhitunganku sekitar jam 2 atau jam 3 subuh. Gerimis masih ada kedengaran dari jatuhan air dari atas genteng ke tanah.  Berlahan-lahan aku mulai sadar, kalau dibelakang rumah pompa air sudah tidak bisa digunakan lagi dan cuma tinggal besi rongsokan yang gagangnya sudah tidak ada lagi. Itupun pompanya sudah tidak kelihatan lagi warnanya karena sudah ditutupi karat yang tebal. Aku tetap menyimak aktifitas “orang mompa air” dibelakang rumah dan berusaha memastikan apakah ada suara air keluar? Ternyata suara air tidak ada keluar tapi suara pompa yang lagi digunakan tetap terdengar dengan durasi tetap. Ada 15 menit aku menunggui suara itu apakah akan berhenti atau gimana? Ternyata suara itu tetap saja ada. Seakan akan yang mompa belum memenuhi air di embernya.  Pelan-pelan aku bangun dari tidur dan berjinjit-jinjit menuju jendela kamar. Posisi aku tetap duduk dan sudah dibawah jendela. Pelan-pelan dan hati-hati, aku singkap gorden sedikit demi sedikit, dan… ternyata diluar kamar tepatnya dibelakang rumah persis ditempat pompa air, ada seseorang seperti perempuan berambut panjang berbaju putih sedang memompa air. Mahluk tersebut membelakangiku tapi rambutnya dibelakang terurai panjang hampir menyentuh tanah. Rambut mahluk tersebut seperti kena pintal bergumpal gumpal kasar. Tidak seperti rambut kuntilanak yang diperankan Suzanna di “malam satu suro”.  Rambut ini gimbal-gimbal tidak terurus. Baju mahluk tersebut banyak noda-noda lumpur seakan-akan petani baru turun kesawah. Aku sempat shock melihat pemandangan tersebut tapi ini benar-benar nyata bukan mimpi. Ternyata tidak seperti di film-film horror yang kalau diposisiku melihat hantu sambil mengintip dari balik gorden, hantunya akan melihat. Tidak, bukan seperti itu. Mungkin hantunya lagi galau atau lagi melamunin apa, yang jelas hantu itu tidak melihat kearahku. Dia tetap asik dengan pompa airnya yang airnya tak kunjung ada. View dari jendela kamar aku mengintip tidak bisa melihat wajah. Hanya bisa melihat dari samping itupun bagian belakang.

Pelan-pelan sambil berjinjit, aku keluar dari kamar dan jalan pelan-pelan keruang tamu. Karena view dari jendela ruang tamu yang ada disebelah pintu memungkinkan aku untuk melihat bentuk wajahnya. Dan lagian aku tidak takut melihatnya dari ruang tamu karena rame orang yg tidur. Pelan-pelan gorden jendela ruang tamu aku buka, eh ternyata keadaan diluar sunyi senyap. Tidak ada penampakan kuntilanak lagi yang memompa air. Yang ada diluar cuma bekas pompa air rongsokan tampa handle. Sekitar 5 menit aku clengak-clenguk mengitari pandangan disekitar belakang rumah, ternyata tetap kuntilanak yang mompa air tersebut sudah tidak ada lagi. Akhirnya akupun kembali kekamar dan rebahan ditempat tidur sambil memikirkan kejadian yang baru aku alami.

Tahun 2000, Tamu tertidur dikamar mandi

Pernah disatu waktu, teman-teman Pamanku datang bermain dikontrakan. Ternyata mereka kumpul sejak siang hari khusus untuk bermain kartu (judi). Kalau mereka main judi kartu, aku ketiban untung. Aku dapat uang kebersihan dengan membuat baskom kecil ditengah mereka. Setiap satu putaran, yang menang memasukkan 1000 perak. Hasilnya aku cuma masak mie instan sama mereka dan juga kopi. Sisanya buatku. Mereka bermain kartu sampai malam dan bubaran jam setengah 2 malam. Mereka tidur dimana-mana, ada yang dikamar, ada yang dikarpet, ada yang disofa.

Pagi harinya ada kejadian lucu dan aneh. Gimana tidak, ada teman yang ternyata tidur dikamar mandi bersandar dipintu kamar mandi. Kami semua rame-rame menanyai dia kok bisa tidur dikamar mandi? Padahal tadi malam tidak ada minum-minuman keras atau minuman alcohol. Teman inipun kebingungan kenapa dia bangun-bangun sudah dikamar mandi?! Padahal tadi malam dia tertidur di sofa ruang tamu depan. Memang sih ruang tamu itu didepan kamar mandi dalam. Dan dia terbangun didalam kamar mandi dalam. Padahal dia ke toilet cuma saat bubaran saja sebelum tidur. Tengah malam dia tidak ada terbangun untuk kekamar mandi. Yang jelas menurut dia, dia tidak habis pikir kenapa bisa berada dikamar mandi. Dia memang sudah tahu kondisi kontrakan itu jauh-jauh hari kalau kontrakan tersebut ada “penghuni” gaib. Walaupun begitu, mereka toh tidak pernah jera datang dan menginap dikontrakan. Karena “penghuni” kontrakan sejauh ini belum ada pernah mencelakai kami ataupun tamu yang datang kesana. Mereka Cuma iseng saja menunjukkan eksistensi mereka dikontrakan itu. Kita sih santuy selama “mereka” juga santuy. Heheheh

Jauh Hari Sebelum Saya Datang di kota B   ini

Pernah teman pamanku cerita samaku. Mereka pernah buat percobaan disalah satu kamar dikontrakan ini. Diantara 3 kamar yang ada dikontrakan ini, kamar yang paling seram yang berada diruang keluarga.  Kenapa dibilang kamar yang paling seram? Karena dikamar ini biasanya teman-teman pamanku yang tidur sering mengalami gangguan. Saking seringnya kamar ini “beraktifitas”, iseng- iseng teman-teman paman menyarankan membuat percobaan dikamar ini.

Paman: “percobaan seperti apa yang akan kita buat?”

Rudi (teman paman) : “bagaimana kalau malam ini jangan ada yang tidur dikamar ini, tempat tidur kita rapikan, selimut dilipatin. Kemudian dilantai kita taburi bedak, rata disemua lantai kamar”. Pamanpun menyetujui ide tersebut.

Tiba malam hari, bukan malam Jumat Kliwon tapi Selasa malam. Kebetulan dikontrakan tidak ada perempuan yang tinggal jadi kita tidak punya bedak. Akhirnya yang mereka gunakan tepung dibeli dari warung. Tepung yang mereka gunakan warna putih dan kelihatan licin. Tidak tahu itu jenis tepung apa, waktu itu dibeli seperempat kilo. Tempat tidur sudah dirapikan, sprei dibuat ketat seperti sprei rumah sakit, pintu yang keluar kamar dikunci rapat-rapat dan kuncinya disimpan. Lampu kamar dimatikan, kemudian pintu yang masuk kedalam dari ruang keluarga juga dikunci dari luar dan kuncinya juga disimpan oleh paman. Mereka tetap bersikap seperti biasa dikontrakan, ngobrol sambil nonton acara televisi hingga kemudian mereka tertidur diruang keluarga didepan tv.

Keesokan harinya, mereka tidak langsung membuka kamar, seperti yang diceritakan rudi.

Rudi : “besoknya kami tidak langsung membuka kamar, kami masih santai-santai diteras depan ngopi-ngopi sambil makan gorengan”.

Aku : “berapa orang kemarin bang dikontrakan waktu membuat percobaan itu?”

Rudi : “Ada 6 orang kami waktu itu, Pamanmu bertiga, aku dan 2 orang kawan kami si Herman dan si
 Bonar”.

Setelah mereka santai-santai ngopi dan makan gorengan, mereka siap-siap membuka kamar yang mereka buat eksperimen. Paman Posma mengambil kunci kamar yang disembunyikan ntah darimana?! Pelan-pelan, pintupun terbuka….

Pembaca pasti tidak yakin apa yang terjadi dikamar itu? Dilantai kamar, penuh bekas kaki tapi tidak terlihat ada bentuk jari kaki. Bekas-bekas kaki tersebut tidak sama semua bentuknya. Ada yang besar, ada yang panjang tapi tidak lebar, ada seperti bekas kaki anak kecil. Tapi semua tidak kelihatan bentuk jari. Kemudian posisi tempat tidur yang sebelumnya rapi dengan sprei ketat, sudah sembrawut. Selimut yang tadinya terlipat rapi diatas tempat tidur kini terurai setengah dilantai seperti habis kena pakai. Semua yang menyaksikan terdiam dan pada melongo dari depan pintu kamar. Sialnya saat itu kata Rudi, tidak ada yang punya kamera agar bisa mengabadikan apa yang terjadi dikamar itu.

Satu persatu mereka kembali keteras dan memikirkan apa yang terjadi? Mereka sempat saling tuduh kalau salah satu dari mereka ada yang curang dan memasuki kamar serta mengacak-acak isi kamar. Paman saya cuma ketawa dan mengatakan kalau itu tidak mungkin. Soalnya kunci disimpan sama dia dan juga didepan pintu kamar, teman-temannya pada tidur menghalangi pintu kamar. Bahkan mereka sendiripun tidak yakin dengan apa yang terjadi dikamar itu. Tetap saja mereka saling curiga satu sama lain. Hingga salah satu dari mereka nyeletuk.

Bonar : “gini sajalah, kita ke pasar K beli kepala babi sama darahnya”.

Rudi : “buat apa?”

Bonar: “kan tidak semua orang menyukai babi, siapa tau dulu waktu masih hidup, arwah dirumah ini mengharamkan daging babi. Dengan begitu, dia pasti akan pergi karna tempat ini sudah menjadi nazis buat mereka”.

Yang lain-lain setelah mendengar penjelasan dia pada tertawa, menganggap itu adalah hal konyol dan sangat konyol banget. Tapi penjelasan si Bonar inipun menurut mereka masuk akal juga walau konyol. Cuma ada risiko yang mereka kuatirkan, nanti habis mereka buat, “penghuni” kontrakan ini bukan malah pergi, tapi malah jadi ganas!

Paman: “ya udah kita buat seperti itu saja, kalaupun nanti hasilnya hantu-hantu disini jadi ganas, kita cabut saja dari sini dan cari kontrakan yang lebih nyaman”.

Seminggu kemudian, mereka melakukan apa yang telah mereka rencanakan. Mereka pergi ke pasar K membeli kepala babi dan sepelastik 2 kiloan darahnya. Waktu itu hari Minggu, siang hari sehabis pulang ibadah Minggu.

Setelah mereka menyediakan segala sesuatunya untuk “ritual” tanpa orang Pintar hanya ritual orang pintar-pintaran. Darah babi tersebut mereka cecerin keliling rumah dan tempat-tempat yang sering ada penampakan. Termasuk diatas asbes rumah, dapur, wc belakang dan kamar mandi. Kemudian, kepala babinya mereka sup bulat-bulat pakai periuk besar. Kebetulan ukuran kepala babinya kecil karena memang menggunakan babi yang kecil. Habis disup, mereka makan bersama rame-rame dan mengeluarkan daging yang ada pada kepala babi tersebut. Setelah isi kepala babi tersebut mereka habiskan, kepala babi tersebut beserta darah babi yang tersisa mereka tanam dibelakang rumah dibagian sudut.

Kemudian Rudi melanjutkan ceritanya

Rudi : “adalah 2 bulan semenjak kami buat darah babi itu, tidak ada hal-hal aneh kami alami, tidurpun nyenyak, tapi itu cuma 2 bulan”.

Selanjutnya setelah 2 bulan, hal hal ganjil seperti sebelumnya masih tetap terjadi sehingga mereka membiarkan saja kejadian tersebut.

Masih ditahun 2000, Perempuan yang menampakkan diri didalam kontrakan

Suatu waktu, ada sepupu jauh datang dari kampung. Sebenarnya sepupu ini punya saudara-saudara juga dikota B ini. Dia cuma datang berkunjung setelah dari rumah saudaranya. Namanya Ucok. Saat itu aku sudah kuliah disalah satu kampus swasta dikota B. Sedang Pamanku yang seumuran denganku diterima disalah satu kampus negeri di Jawa tengah. Kemudian Pamanku yang kemarin kuliah sudah lulus dan kerja di kabupaten P, masih di Jabar. Kalau Pamanku yang kemarin masih SMU, sekarang udah tamat dan tidak dikota B lagi. Otomatis dirumah tinggal aku sendiri. Aku tidur dikamar yang sebelah ruang keluarga karena lebih dekat dengan tv. Kami tidur dikamar ini dengan si Ucok sepupuku tersebut. Dia gak mau tidur dikamar lain, katanya tidak enak kalau tidak ada teman.

Malam harinya sehabis nonton, kita tidur. Aku dikasur atas dan dia dikasur bawah. Tetiba tengah malam aku terbangun tapi tidak bisa bergerak. Kembali aku “ketindihan”.  Aku melirik kebawah tempat si Ucok berbaring, ternyata dia gemetaran menggigil seperti orang kena malaria. Aku berusaha melepaskan ketindihan yang aku alami. Setelah berjuang berkali-kali akupun bisa lepas dari rasa ketindihan. Aku lihat dibawah si Ucok ini masih gemtaran sambil berucap “kenapanya dengan badanku ini....huuuuhhhhh kenapanya badanku ini…. “. Begitulah dia selalu berulang mengucapkan. Akhirnya aku bangunkan dia.

“eh cokkk…cok, kau kenapa?”

Diapun bangun.

“emang kenapa bang? Gak apa apa kok”.

“apanya yang tidak apa-apa? Dari tadi kau gemetaran sambil ngomong kenapanya dengan badanku ini?”. “kau mimpi yah cok?”.

Lalu dia jawab

“gak bang, gak kenapa-kenapa kok, cuma rasanya capek”.

Lalu akupun menyuruh dia kembali tidur. Akupun berdoa menurut kepercayaanku. Karena ada doa yang aku percaya mampu mengusir tentang hal-hal gaib yang berkaitan dengan hantu. Setelah aku berdoa, baru aku sadari kalau pintu kamar tidur kami terbuka lebar. Padahal biasanya pintu aku tutup kalau mau tidur. “ah mungkin si ucok tadi kekamar kecil dan lupa menutup  pintunya” bathinku. Baru saja aku hendak turun menutup pintu, tiba-tiba didepan pintu ada muncul seorang perempuan. Kemunculannya bukan tiba-tiba ada seperti di film-film hantu. Tapi perempuan ini seperti datang dari ruang tamu menuju kamar kami layaknya manusia biasa. Aku terbengong, bukan takut. Terlintas dibenakku mungkin itu adalah teman Pamanku yang datang berkunjung. Dan akupun baru teringat kalau dirumah tidak ada orang kecuali kami berdua, aku dan si Ucok. Aku memperhatikan perempuan yang ada didepan pintu itu. Ceweknya putih, ciri khas orang sini. Tingginya sekitar 150an cm, rambutnya pendek. Sekilas terlihat seperti orang cina, tapi ini bukan cina. Menurut aku ini cewek asli pribumi. Kita berdua hanya saling tatap-tatapan. Dia didepan pintu, aku diatas ranjang. Lalu diapun pergi lagi kearah ruang tamu. Anehnya saat itu, aku turun dari tempat tidur dan menutup pintu kamar dan kemudian tidur. Seakan-akan itu bukan suatu hal yang aneh padahal justru aneh! Seandainya otak warasku bekerja saat itu, harusnya aku mikir perempuan itu siapa? Kok bisa muncul dirumah ini? Malingkah?.

Hingga kemudian pagi harinya aku terbangun. Aku masih memikiri kejadian tidak masuk akal yang aku alami tadi malam. Akupun ceritakan sama si ucok dan dia cuma bilang kalau aku cuma mimpi. Padahal itu bukan mimpi. Yah siapa sih orang yang akan percaya kalau kita menceritakan hal-hal gaib yang tidak masuk akal? Mana ada orang percaya?

Sekian dulu cerita dari saya. Sebenarnya masih banyak cerita mengenai hal yang aneh-aneh dikontrakan ini. Cuma kalau aku ceritain semua, rasanya sudah menjadi tidak aneh lagi saking seringnya mengalami hal mistis. Mungkin lain kali aku akan menuliskan pengalaman aku selama tinggal di mes organisasi kampus. Tempat yang paling seram yang pernah aku tempati. Dimana sekumpulan tentara jepang baris berbaris didepan kantor dan perempuan misterius menggunakan pakaian ala keraton di film “Angling Dharma” mengendarai delman tengah malam dikawal oleh beberapa orang pengawal membawa tombak. 

Terimakasih karena sudah membaca cerita saya, silahkan beri komentar. Salam

= Tarambal =

Friday 22 January 2021

Mustika Batu Kelapa (Kentos)

Batu Kelapa atau orang kebanyakan bilang Mustika Batu Kelapa atau Kentos, banyak dipercaya orang sebagai batu yang langka. Batu ini berasal dari buah kelapa yang sudah tua dan memfosil didalam kelapa sehingga mengeras seperti batu. Batu kelapa ini berwarna putih dan ada guratan lurus-lurus memanjang dari atas kebawah disekeliling batu tersebut. Batu kelapa ini sangat langka dan belum tentu dapat dengan membelah seribuan buah kelapa. Untuk mendapatkan batu ini dari pencarian di alam, tergantung jodoh. Walau kita cari sampai puluhan tahun juga kalau memang belum jodoh yah tidak dapat, kecuali kita beli dari orang ataupun ada orang yang memberinya. 

Sebelum heboh orang menggunakan batu akik dan mencari batu-batuan unik buat sekedar cincin atau koleksi, mustika batu kelapa sudah banyak dicari orang. Bahkan kabarnya ada orang yg bersedia membayar puluhan juta rupiah demi mendapatkan sebuah batu mustika kelapa. Akibat banyaknya orang mencari batu mustika kelapa ini, tidak sedikit orang dengan niat jelek membuat batu mustika kelapa palsu demi mendapatkan untung yang fantastis. Bahkan saking niatnya orang menjual batu mustika kelapa palsu, mereka bekerjasama dengan paranormal karbitan dengan pura-pura membuat tirakat dan sesajenan untuk "memanggil" batu mustika dari alam gaib. Niat banget yah... hahhaha

Banyak informasi yang saya galih mengenai kehebatan batu mustika kelapa ini, cuma yang paling diyakini orang adalah sebagai anti basi makanan dan juga sebagai penglaris. Itulah sebabnya banyak pengusaha rumah makan ingin memiliki batu mustika ini disebabkan karena khasiat khodam yang ada didalamnya. 

Batu yang saya tampilkan diatas adalah sebuah batu kelapa yang saya sendiri saja tidak tahu apa ini asli apa tidak? Batu ini pemberian nenek saya sekitar tahun 2015 pada saat musim batu-batu akik. Kebetulan saya orangnya tidak ikutan mencari ataupun mengkoleksi batu-batu unik sampai mencari dipinggir-pinggir kali maupun digalian batu. Saya cuma senang melihat lihat milik teman ataupun milik keluarga yang kebetulan mengoleksi berbagai batu-batu unik.

Adalah Nenek saya yang mungkin memperhatikan saya tidak punya batu-batuan unik sehingga menanyakan kesaya kenapa tidak mempunyai batu seperti saudara-saudara yang lain? Saya cuma bilang tidak terlalu suka koleksi batu-batu seperti itu. Kalau ada yang ngasih, yah saya simpan, kalau tidak ada yah sudah. 

Kemudian Nenek saya kekamarnya dan memberikan saya sebuah batu warna putih seperti gambar diatas. Saya heran darimana Nenek saya mendapatkan batu seperti itu? Nenek cuma bilang kalau batu tersebut sudah lama disimpan, sejak paman-paman saya masih kecil (sekarang anak-anak paman saya udah besar). Dan menurut orang-orang kata Nenek saya, kalau batu itu namanya batu kelapa. Beliau sendiri tidak tahu apa kegunaan mistisnya batu tersebut. Yang Beliau tahu, itu gunanya buat hiasan kalung maupun cincin.
Sampai sejauh inipun, saya tidak pernah menguji khasiat dari batu kelapa ini, mungkin ada ritual-ritual atau laku isyarat tertentu, saya tidak tahu.

Bagaimana mengetahui batu kelapa yang asli maupun palsu?

Nah ini menjadi banyak pertanyaan kepada pemilik batu-batu mustika, khususnya pemilik batu kelapa mustika. Sejauh ini, cara orang menguji batu mustika kelapa adalah dengan meletakkannya pada makanan basah dan menunggu sampai 3 hari. Kalau makanan tersebut basi, berarti batu tersebut palsu. Saya bingung sendiri kenapa bisa makanan tidak basi hanya gara-gara meletakkan batu kelapa disekitar makanan tersebut? Apakah batu tersebut mengeluarkan sejenis zat khusus gitu untuk mengusir bakteri penyebab makanan basi?? Menurut saya sih pasti basi. hahahhah...
Saya sendiri pengen menguji batu ini kemakanan, tapi sampai sekarang belum kesampaian, sayangkan makanannya harus terbuang atau nganggur selama berhari-hari tidak dimakan??

Tapi ada juga orang yang menguji batu tersebut dengan menggosokkannya ke duit kertas. Kalau warna duit tersebut nempel pada batu kelapa milik kita, berarti batu kelapa itu asli. Tapi kalau warna kertas ataupun tinta dari uang tersebut tidak nempel, berarti batu tersebut palsu.

Begitu kira-kira ulasan saya mengenai batu kelapa mustika ini. Tergantung teman-teman percaya atau tidak mengenai mistis dari batu kelapa, semua saya serahkan keteman-teman sendiri. Terimakasih

Sunday 25 October 2020

Santet Janur Ireng - Part 2


Intan Kuncoro

Alunan kendang dan gending beradu dalam buaian musik yang memabukkan di ikuti gerakan luwes badan seorang penari yang mengenakan topeng kayu dari pohon sono, Mira mengamati acara ludruk malam ini dengan tawa bersuka cita, ludruk sendiri adalah sebuah kesenian tari yang biasa di ikuti dengan senda gurau dimana penonton biasa di libatkan dalam lakon dan drama. Pertunjukan ludruk sendiri sudah lama di kenal di tanah jawa bahkan sejak dulu kala, salah satu dari banyaknya kekayaan budaya khas Nusantara.

Suara tawa penonton terdengar sesekali manakala si penari yang kebanyakan di perankan oleh lelaki melontarkan candaan kepada lawan main yang biasa di sebut lakon di dalam seni pertunjukan. Mira dan penonton lain tampak begitu antusias, bersama dengan anak-anak desa Mira duduk di  barisan paling depan.  Usia Mira sendiri belum menginjak sepuluh tahun bersamaan dengan anak-anak lain yang sebaya dengannya. Manakala ketika si penari mulai menekuk badan mengikuti gerakan dan dendang nada dari 

Gamelan yang di tabuh tiba-tiba dari  tempat Mira bersila di atas rumput mendadak menjadi sunyi senyap. Mira terdiam gelisah karena sewaktu saat pertunjukan ludruk sedang berlangsung Mira melihat sesosok 

Wanita berambut panjang yang memiliki tinggi nyaris lebih dari 2 meter, ia tiba-tiba hadir dan berdiri di belakang sang penari. Dengan hanya berbusana seperca kain putih yang lusuh ia menunduk dalam diam, Mira 

Tertuju pada tangan dan kuku jarinya yang panjang sekali, tak hanya itu ia juga memiliki rambut yang panjang tergerai tak berujung, Mira menatap sosok itu yang kini seperti sedang memperhatikannya.


Mira masih tertegun menatapnya terlebih saat Mira baru sadar tempat ia bersila tak lagi di temukan keramaian yang sebelumnya di penuhi warga kampung yang sedang menyaksikan ludruk. Lapangan rumput itu kini menjadi tempat kosong yang sunyi senyap sebelum perlahan Mira melihatnya, entah

Bagaimana sosok itu muncul satu persatu di sekitar tempat Mira duduk.

"Miraaa" ucap sosok itu mendekatinya. "mrinio nduk" (kesini nak).

Mira tak menggubris ucapan sosok itu, namun Mira tak dapat mengabaikan sosok lain yang kian lama kian ramai, mulai dari sosok tanpa kulit yang di bungkus kain kafan, hingga sosok hitam besar dengan bulu lebat yang memenuhi tempat itu.

  

Mira gemetar menyaksikannya, ia tak mengerti bagaimana ia bisa sampai di tempat ini. Sebelumnya yang ia lihat hanyalah warga dan anak-anak desa namun sekarang, tempat ini justru di penuhi makhluk-makhluk yang biasa hadir di dalam mimpi Mira.

 "nduk" sosok itu mendekat, caranya berjalan begitu aneh. Ia tak mengangkat kakinya melainkan menyeret kakinya. Mira merangkak mundur namun sosok itu mendekat lebih cepat, Mira tersudut karena yang terjadi tempat itu sudah di penuhi balak lelembut.

  

Tangannya yang kurus kering menyentuh kepala Mira. Ia membelai rambut Mira dengan begitu lembut, wajahnya yang tertutup rambut kini mulai nampak di depan mata Mira, wajahnya sayu, tampak begitu menderita, air mata'nya menetes dan ia membisikkan sesuatu kepada Mira.

"janur ireng iku tondo pitu lakon isok dikalahno, nanging dalan iku isek suwe, amergo loro bakal di rasakno kabeh kanggo ngadep ratu" (janur hitam adalah pertanda bahwa sang tujuh bisa di kalahkan, namun jalan itu masih lama, karena sakit akan di rasakan oleh semua untuk dapat bertemu dengan sang ratu) Mira tersentak membuka mata. Keningnya berkeringat dengan tangan gemetar hebat, Mira terdiam menatap sekeliling, untungnya tak di temuinya pemandangan mengerikan itu. Sudah lama sekali Mira tak memimpikan peristiwa itu yang hingga saat ini masih sulit untuk di bedakan oleh dirinya sendiri apakah pengelihatan itu adalah bagian dari ingatan di masa lalunya ataukah hanya sebuah mimpi yang datang secara tiba-tiba. Mata Mira teralihkan pada jarum infus di tangannya, ia tak mengerti kenapa bisa sampai ada di tempat ini saat, ngilu di bahu'nya tiba-tiba terasa menyakitkan, Mira baru sadar dengan apa yang sebelumnya terjadi.

  

Kudro bercerita tentang bayu saseno menyelam dalam ingatan masalalunya, mencari dimana keberadaannya dalam tatanan bunga wijayakusuma karma pesugihan (end)


Seorang wanita misterius yang mengenakan blazer merah datang menemuinya, entah apa yang terjadi setelahnya karena hal terakhir yang Mira ingat adalah ia melompat keluar dari jendela tepat di lantai tujuh tempat kantor Mira berada.

  

Tak beberapa lama seseorang membuka pintu. Mira menoleh melihat seorang lelaki jangkung dengan jenggot tebal dan rambut hitam tebalnya melangkah masuk.


"Mira, lo udah sadar?"


Mira tak menggubris pertanyaan lelaki itu melainkan Mira justru bertanya tentang sesuatu yang lain. "rik, dia mati?"

"mati? Siapa?" tanya lelaki bernama Riko itu.

"perempuan itu, dia yang nusuk gw"

Riko tidak mengerti maksud Mira. "sorry. Tapi kayanya ada yang salah di sini?"

"salah" "-salah gimana maksudnya?" tanya Mira.


"yang nusuk bahu lo itu" Riko terdiam lama, "diri lo sendiri".

 ***

"matamu!! Maksud lo gw yang nusuk bahu gw sendiri begitu" teriak Mira tak mengerti.

  

"tenang Mir, kondisi lo 

Masih belum stabil." ucap Riko menenangkan, "lo inget di ruangan kita 

Ada cctv yang baru di pasang beberapa bulan lalu?"

  

"iya. Inget" ucap Mira.

  

"jadi, setelah gw denger

 lo teriak, gw langsung pergi menuju kantor, dan di sana gw lihat lo 

Udah terkapar dalam keadaan kritis dan darah lo ada di mana-mana" Riko terdiam sejenak menatap ekspresi Mira, "masalahnya gak ada siapa-siapa di sana, cuma ada lo"

"bentar" ucap Mira, "waktu lo datang. Lo gak lihat ada perempuan jatuh, lompat dari kantor kita"

"gak ada" ucap Riko dengan wajah yakin. "gak ada siapapun di sana ataupun lompat. Gak ada Mir!!"

 "trus? Lo ngecek cctv?" tanya Mira masih penasaran.

"ya. Itu yang gw lakukan sama security yang bertugas saat itu" Riko terdiam, ia melipat tangan sebelum melanjutkan ceritanya. "di cctv, gw lihat lo masuk ke ruangan kemudian duduk, entah apa yang lo lakuin, gak jelas, kayanya lo lagi baca buku atau jurnal dan setelah lo duduk, lo berdiri kemudian keluar 

Dari ruangan" Riko menatap mata Mira "gak beberapa lama, lo balik dengan kondisi membawa pisau, dan hal berikutnya adalah, ya.. Lo udah tahu akhirnya, lo nusuk bahu lo berkali-kali sambil tertawa. Aneh tau gak. Kalau lo gak percaya, gw bakal tunjukin rekamannya"

Mira hanya diam, ia tak percaya sedikitpun dari apa yang di ucapkan oleh Riko.

"di mana jurnal gw?"


Riko merogoh isi tas'nya mengeluarkan jurnalnya, memberikannya kepada Mira. 

"ada lagi? Buku kulit? Lo lihat kan, warnanya cokelat?"

Riko hanya menatap Mira binung, "gak ada lagi Mir, hanya ini yang ada di sana"

"ada lagi bangsat!!" teriak Mira, "di meja gw ada buku kulit warnanya cokelat dan ada tulisan aksara jawabanya!!"

  

"gw gak lihat Mir-" ucap Riko.

Mira tak tau apa yang terjadi, ia yakin bila ada seorang wanita misterius yang menusuknya lalu bagaimana mungkin tiba-tiba semua ini menjadi dirinya sendiri yang menusuk bahunya.

Mira membuka jurnal, melihat satu-persatu halaman di dalamnya, namun Mira merasa ada yang 

Salah dengan jurnalnya. Riko yang mengamati Mira tampak menyadari dari ekspresi wajah Mira yang seperti kebingungan.

  "ada apa Mir, ada yang salah?"

Mira menoleh menatap Riko, "ada yang sengaja ngerobek beberapa halaman jurnal gw!"

Mira kembali melihat halaman-halaman di dalam jurnalnya satu persatu itu sampai ia berhenti 

Di sebuah halaman lain, di sana tertulis sebuah pesan yang entah di tulis oleh siapa.

"bayu sasono iku lawang sing mok golek'i, tapi kuncine onok nang Intan Kuncoro" (bayu sasono adalah pintu yang harus kamu cari, tapi kunci dari pintu itu ada pada nama Intan Kuncoro)

Mira terdiam merenung sesaat. Ada sesuatu yang sedang menunggunya, siapa –nama-nama ini. Mira tak mengerti sama sekali.

**

 terdengar suara pintu di ketuk.  


"nduk, awakmu jek gak enak tah?" (nak, badanmu masih gak enak?)

  "iyo pak. Enten nopo?" (iya pak. Memang ada apa?)

"iki loh, onok tamu kepingin ketemu" (ini loh ada tamu yang ingin bertemu)

"sopo?" (siapa)

"metu dilek to nduk, bapak gak enak wes kadong ngomong nek onok awakmu nang omah" (keluar dulu dong nak, bapak gak enak karena sudah terlanjur bilang kalau kamu ada di rumah)

"nggih pak" (baik pak)

Pintu terbuka. Langkah kaki terdengar di sepanjang lantai tanah di dalam rumah gubuk itu, manakala langkah kaki sampai di muka pintu rumah, sosok lelaki yang mengenakan kemeja putih itu menatap sayu.

"sri, piye kabare, aku teko mrene kepingin nyampek'no hal sing ngganjel sampek sak iki?" (sri, gimana kabarnya, aku datang kesini ingin menyampaikan sesuatu yang mengganjal sampai saat ini?)

  

"tentang opo mas?" (memangnya tentang apa mas?)

 "Kuncoro dan awal mula Janur Ireng".


Arjo Kuncoro


Mobil melaju di atas jalanan beraspal dengan pemandangan pohon besar nan tinggi di sekitarnya. Langit mendung, Sri menatap lurus jalanan yang ada di depannya. Aneh. Tak di temui pengendara lain di jalan ini selain dirinya sendiri seakan jalan panjang ini tak pernah di lewati lagi oleh siapapun. Sugik sendiri terlihat fokus menyetir tanpa mengeluarkan sepatah katapun seakan Sri tidak pernah ada di sampingnya.



Setelah lama berkendara, terdengar suara gemuruh di atas langit, sebuah pertanda akan datangnya badai. Sri hanya diam, teringat bagaimana Sugik mengatakannya tadi, sesuatu tentang "Janur ireng". Sebuah kepingan puzzle yang entah bagaimana membuat Sri begitu tertarik untuk tahu peristiwa apa yang sebenarnya terjadi pada sebuah keluarga bernama "Kuncoro". Kepingan puzle yang sampai saat ini masih tercecer di hadapannya.



Mobil tiba-tiba berhenti di depan sebuah  jalanan buntu yang tertutup oleh pohon besar nan tinggi, di sekitarnya di penuhi rumput dan ilalang liar yang rimbun. Sugik menatap Sri memberikan gestur tanda mengangguk sebelum melangkah keluar bersama-sama. Pandangan Sri menatap ke arah rumput dan ilalang liar yang ada di hadapannya. Dalam hati, Sri bertanya-tanya, tempat apa sebenarnya ini. 

Sugik melangkah ke bagasi mobil di belakang, ia mengeluarkan sesuatu dari sana, ketika Sri memandangnya ia melihat Sugik mendekat dengan dua bilah parang panjang.

"kediamane Kuncoro onok nang walek'e kebon iki" (kediaman rumah Kuncoro ada di balik rumput ini)

Sugik melangkah lebih dahulu, ia melewati Sri sebelum menyabitkan parangnya membuka jalan dan Sri mengikutinya dari belakang.

Tercium bau busuk aroma yang tidak mengenakan saat Sugik dan Sri berjalan bersama, aroma bangkai yang seperti sudah lama membusuk namun Sri tak mengerti bebauan apa yang ia cium.

Sugik terus menerus memangkas rumput dan ilalang liar yang ada di depannya, tanpa memperdulikan aroma itu Sugik terus menembus lahan yang luasnya hampir berhektar-hektar. Ia tak mengerti, sehebat dan sekaya apa pemilik lahan ini dan bagaimana tempat ini bisa di tinggalkan begitu saja.

Langit masih mendung dengan gemuruh guntur yang sesekali terdengar hingga akhirnya setetes hujan mulai turun, Sugik seperti tahu panggilan alam maka ia mempercepat langkah dan sabitan parangnya sementara Sri sudah memegangi kepalanya saat hujan semakin deras, tiba-tiba Sri mendengarnya, lewat sayup-sayup angin yang berhembus Sri mendengar suara teriakan orang-orang dari balik semak-belukar dan lahan ilalang liar suara dari orang –orang yang menjerit tersiksa, Sri berhenti melangkah, matanya menatap sekeliling, namun tak di temui apapun selain ilalang liar yang bergesekan satu sama lain karena angin sebelum Sri melihatnya.


Sesuatu yang melintas begitu saja di antara ilalang, seorang perempuan berambut pendek yang menatap dirinya. Matanya cokelat dengan senyuman yang manis, ia mengenakan gaun putih dengan corak khas arsir jawa, ia melintas lalu lenyap di balik ilalang lain, Sri tiba-tiba merasakan firasat yang tidak menyenangkan. 


Tatapan sosok itu seakan menghipnotis dirinya. Merasakan senyuman manis itu seperti sebuah kutukan pedih yang pernah Sri lihat ketika Sabdo Kuncoro tersenyum untuk terakhir kalinya saat makhluk hitam itu memelintir kepalanya sebelum melemparkannya di hadapan Sri.

"Sri. Kowe gak popo" (Sri, kamu gak papa?) tanya Sugik, ekspresi wajahnya tampak khawatir.

"gak popo mas" (gak papa mas) jawab Sri,

"yo wes, ayok. Udan'e tambah deres" (ayok. Hujannya semakin deras) sahut Sugik menarik tangan Sri.

Di balik jalanan bersemak yang Sugik buka, Sri melihat sebuah rumah tua dengan bangunan bergaya pendopo, begitu luas, begitu megah, namun tak lagi terawat. Di sana-sini di temukan sulur-sulur tanaman merambat liar dan pohon-pohon beringin besar yang tumbuh di sekitar halaman. Sugik kembali menarik tangan Sri, membawanya mendekati teras rumah, di sana Sri bisa merasakan bahwa rumah ini pasti sudah di tinggalkan bertahun-tahun hingga tak ada lagi kehidupan yang tersisa di tempat ini. Hanya sebuah lahan tua yang di penuhi kengerian, tiba-tiba terdengar suara pintu berderit terbuka, Sugik ada di sana, menatap Sri.

"masuk Sri, bakal tak duduhi opo iku sing jeneng'e Janur Ireng" (Masuk Sri, akan aku tunjukkan apa itu Janur hitam) 

 Sugik berjalan di atas lantai kayu, langkah kakinya menggema di sepanjang rumah besar ini yang sebagian di bangun dengan kayu jati dan ukiran khas jawa yang begitu kental. Bermodalkan lampu petromaks yang Sugik temukan di atas meja, Sugik melangkah dengan cahaya pijar menelusuri lorong yang di penuhi pintu-pintu tua yang bercorak gelap gulita tak terjamah.

Beberapa kali Sugik berhenti, menerangi beberapa sudut seakan di rumah itu ada sesuatu yang mengamatinya. Sri sendiri merasakan sesuatu yang tidak mengenakan, beberapa kali sayup suara orang menangis terdengar dari jauh namun Sri tidak yakin dengan perasaannya.

"nang ndi mas?" (di mana mas?)

"mari ngene Sri" (sebentar lagi Sri)

Sugik terus berjalan, gemuruh dan suara gerimis hujan masih terdengar di luar namun mereka seakan tak perduli dan terus melanjutkan langkah mereka hingga sampailah di sudut ruang paling gelap.

Sugik mendorong pintu itu, dan di dalamnya ia menemukan satu kursi tua yang ada di tengah ruang besar itu.

Sri tak mengerti kenapa Sugik membawanya kesini. Ia pun tak tahu menahu sampai Sugik menatap ke langit-langit. Sri mengikuti mata Sugik.

Tepat di atasnya. Ada sembilan belas Janur ireng yang di ikat dengan berhelai-helai daun pandang kering.

Sugik meletakkan petromaks di atas satu kursi itu, sementara mata Sri masih menatap sekeliling, bingung, ia pun mendekati Sugik saat jejak kakinya terasa aneh, seperti ia menginjak genangan air, ketika Sugik meninggalkan kursi itu, cahaya pendar dari lampu petromaks yang menyala akhirnya menyorot ruangan kosong itu.

Sri tercekat saat sadar, dirinya tengah menginjak lantai kayu yang di genangi darah kental yang masih segar ia menatap Sugik yang juga menatap dirinya.

"getih sing onok nang kene, gak isok garing. Iki getih'e wong sing dadi tumbal amergo Janur Ireng" (darah yang ada di sini, tidak pernah bisa mengering. Ini adalah darah dari semua orang yang sudah menjadi tumbal janur hitam)

Sugik terdiam lama sebelum matanya beralih pada kursi dengan lampu petromaks itu. 


"itu adalah kursi tempat Arjo Kuncoro merobek isi perutnya sambil tertawa dan berteriak bahwa semua akan mendapatkan pembalasan yang setimpal"

"Janur ireng iku tentang getih sing di mulai amergo manten nyowo" (Janur hitam adalah tentang darah kental di atas sebuah pernikahan bermodal nyawa)


Bersambung...

  

Friday 16 October 2020

Santet Janur Ireng - Part 1




Suara dering telepone terdengar memenuhi ruangan, namun tak ada satupun dari riuh orang di dalam sana yang mengangkatnya. Seorang wanita tengah menatap lurus sebuah jurnal didepannnya sembari membolak-balik lembar per lembar, tempat dimana wanita itu biasa menggunakan kertas-kertas itu sebagai bahan untuk menulis tajuk berita sebelum melemparkannya ke publik. Tiba-tiba seseorang menyentuh punggungnya, mengejutkannya sembari menatap dirinya dengan ekspresi wajah bertanya. "hei. Ngapain sih lo? Itu, telephone di meja lo bunyi dari tadi" katanya dengan suara ketus.
  
"oh iya. Sorry, gw gak denger tadi" ucap si wanita yang tersenyum agak canggung. Orang itu menggeleng-gelengkan kepala menatapnya sejenak sembari berdeham lirih "aneh" sebelum ia melangkah pergi dengan wajah jengkel sementara si wanita mengangkat telephone, mendengar suara 
Dari ujung lain yang tampak sama gusarnya.  
"bangsat lo ya!!" 
Kata si penelphone setengah berteriak
"lo dari tadi kemana sih, gw hubungi dari tadi gak diangkat-angkat!!"
"iya-iya.
 sorry. Gw tadi di kamar mandi soalnya" ucap si wanita sembari membuka kembali lembar per-lembar di buku jurnalnya yang penuh dengan coretan dan tulisan-tulisan acak seadanya, sementara gagang telephone sudah di sangga oleh bahunya, si wanita kembali  mencoret-coret entah apa di dalam buku jurnalnya. Kebiasaan yang sudah lama ia miliki. Bahkan ia sendiri tidak tahu sejak kapan kebiasaan mencoret-coretan tak berdasar di buku jurnalnya.
"ya sudah. Gini..loh" 
Ucap si penelpone yang kini suaranya terdengar lebih serius, "gw baru aja dapat kabar, ada sesosok mayat baru aja di temukan di sebuah rumah gubuk di tengah ladang tebu. Lo bisa gak ke tkp, soalnya si riko lagi gw suruh ngerjain hal lain".
Hening. Si wanita terdiam sejenak sebelum si penelphone memanggilnya kembali. "wei. Gimana? Lo bisa gak ke tkp sekarang?"
  
Ekspresi si wanita tampak termenung untuk sesaat. Entah kenapa, suara dari si penelphone seakan tak terdengar lagi di telinganya, di gantikan dengan keheningan yang memanjang sejauh mata memandang. Selang beberapa saat, ruangan yang seharusnya ramai itu mendadak menjadi lebih sunyi dan kegelisahan yang pernah wanita itu rasakan dulu mendadak menyeruak kembali. Wanita itu baru sadar bila firasat yang dulu seringkali menghantuinya mendadak kembali dan bayangan-bayangan hitam yang ada di 
Sekeliling membuatnya tahu bahwa meski dalam keheningan ia tidak benar-benar sendiri.
  
"Miraaaa!!" teriak si penelphone yang sontak membuyarkan lamunan si wanita. "lo denger gw gak sih??!! Bisa gak??"
  
"iya-iya. Bisa kok, bisa. Di mana alamatnya?" 
Tanya wanita itu dengan nada sedikit parau. Mira itu adalah nama wanita itu. Sebuah nama yang di berikan oleh almarhum ayahnya yang menghilang tanpa jejak meski begitu, Mira tumbuh menjadi seorang wanita yang tangguh, lebih tangguh dari apapun bahkan sejak kepergian neneknya, orang kedua yang paling ia sayangi setelah ayahnya. 
  
Mira mendengarkan dengan seksama alamat yang di katakan si penelphone, sembari mulai menulis di jurnalnya, alamat tempat tkp itu berada namun tiba-tiba Mira terdiam dalam keheranan saat menyaksikan apa yang tertulis di atas kertas buku jurnalnya adalah sebuah tulisan yang terbaca dari coretan-coretan tangan Mira saat ia sedang menelpone tadi, meski hanya sebatas coretan-coretan acak yang di buat serampangan namun 
Coretan itu bisa terbaca dengan aksara jawa kecil di sampingnya. Coretan itu terbaca sangat jelas. Sebuah tulisan yang bila dibaca  menjadi dua kalimat yang belum pernah Mira lihat sebelumnya.
  
"JANUR IRENG"
  
****


Mira melangkah turun dari mobil tua yang ia pinjam dari kantor untuk datang ke tkp, tempat dimana sesosok mayat baru di temukan. Lokasinya sendiri berada di sebuah perkebunan tebu yang rimbun dan jauh dari hiruk pikuk permukiman penduduk sehingga mayat yang baru saja di temukan 
Sudah dalam kondisi yang benar-benar mengenaskan. Setidaknya itu yang Mira tahu dari percakapan di telephone tadi.
  
Mira sempat mewawancarai beberapa penduduk yang ada di sekitaran tkp, mereka mengaku tidak ada 
Yang tahu bila ada sebuah rumah yang di bangun di tengah-tengah lahan tebu yang luas ini, apalagi apalagi setelah di temukannya seonggok mayat yang ada di dalamnya.
Setelah menempuh kurang lebih 100 meter dari jalan, barulah Mira bisa melihat rumah gubuk itu 
Yang di susun dengan kayu-kayu tua, Mira mendekati rumah itu dimana di depan rumah terlihat banyak petugas dan beberapa teman jurnalis yang Mira kenal.
"mbak Mira" panggil seorang petugas yang kebetulan mengenali Mira. 
  
Mira mendekat.
  
"bapak" ucap Mira kepada petugas "bagaimana pak keadaan mayat yang di temukan, apakah sudah di identifikasi siapa dia?"
  
"saat ini masih belum mbak. Informasi itu masih sedang kita dalami" ucap pak polisi yang membuat Mira mengangguk. 

"lalu pak, soal kematiannya bagaimana? Saya mendengar kalau kematiannya.." Mira terdiam sejenak "gak wajar!"
  
  
Si petugas hanya diam saja sembari sesekali memperhatikan sekeliling. Mira bisa melihat gelagat yang tidak nyaman pada si petugas sehingga tanpa menunggu jawaban Mira langsung mengatakannya.
  "boleh saya masuk pak, Saya mau melihat—kondisi mayatnya" tanya Mira yang di jawab langsung 
Oleh si petugas dengan anggukan, "tentu mbak Mira, tentu saja. Silahkan, tapi mbak…" polisi itu menatap Mira nanar, "kondisi mayat itu sangat.." 
Mira terdiam menunggu, "memperihatinkan".
Mira mengangguk, mencoba mengerti maksud baik petugas yang berjaga, Mira pun melangkah masuk ke 
Dalam rumah gubuk tempat di mana Mira bisa melihat lebih banyak lagi Petugas sedang mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Tepat di saat Mira menginjakkan kakinya di dalam ruangan tempat mayat itu berada, Mira langsung menutup hidung, aroma busuk yang menyeruak itu langsung Membuat Mira terhuyung, makanan yang Mira telan seperti ingin melompat Keluar, sementara di sekelilingnya orang-orang yang sedang Mengidentifikasi menatapnya sebelum memberi Mira masker. Meskipun Mira sudah Mengenakan masker namun aroma busuk mayat itu masih tercium, Berkali-kali Mira menyentuh hidungnya dengan tangan, mencoba mengusir 
Aroma memuakkan itu sampai matanya tertuju pada sosok mayat yang ada di Depannya. Mira terdiam bingung harus berkomentar seperti apa karena Tepat di hadapannya terlihat seseorang tak di kenal tengah duduk bersila di atas ranjang dengan kondisi tanpa kepala. Mira masih tidak dapat berkomentar apa-apa selain shock menyaksikan ini. 
  
Ini adalah kali pertama Mira melihat hal ganjil yang seperti ini, bagaimana mungkin hal seperti 
Ini bisa terjadi. Sosok mayat tanpa kepala dengan kondisi ia masih duduk bersila. Di depannya ada sebuah meja kayu dengan beberapa anggop dari Tanah liat berisikan air dan kembang, serta keris yang tersusun rapi di Sebelahnya. 
 
Mira menggernyitkan Kening.
Ia berpikir sejenak apa maksud benda-benda di depannya ini. Apa Mungkin sosok ini adalah seorang dukun. Mira terdiam cukup lama Sembari memotret mayat itu dari beberapa sudut yang bisa ia ambil. 
Sementara bau busuk itu semakin lama tercium semakin busuk seakan-akan Memberitahu Mira bahwa mayat ini sudah lama mati setidaknya itu yang Mira tahu mengingat ia sudah pernah menangani peristiwa kematian serupa Seperti ini.
"lebih dari 3 hari tampaknya" ucap Mira di dalam hati, kulitnya terlihat pucat dan menguning dengan lalat di sekelilingnya. 
  
Mira mencoba melihat Sekeliling ruangan itu namun sayangnya ia tidak menemukan apapun, bisa Jadi polisi sudah mengamankan beberapa bagian yang penting yang Kemungkinan bisa membantu penyelidikan namun dari semua yang bisa Mira Lihat di sini, Mira mencium sesuatu yang lain. Sesuatu yang sedari tadi Sangat menganggunya, Mira menoleh menatap sebuah pintu di ruangan lain, Pintu itu tertutup dengan garis kuning yang terpasang di depannya. Mira Mendekatinya, tiba-tiba sebuah kilasan aneh muncul, dari dalam pintu Yang tertutup itu Mira bisa mendengar suara jeritan dari seorang 
Perempuan yang terdengar di telinganya terus menerus meminta- pertolongan. Anehnya, tak ada satupun orang yang ada di dalam sana mendengar suara itu. Penasaran, dengan perlahan-lahan Mira mendorong 
Pintu itu dan melangkah masuk melewati garis kuning yang terpasang di depan pintu. Di dalamnya Mira menemukan sebuah ruangan lain, sebuah ruangan yang sama persis dengan ruangan tempat mayat misterius itu di Temukan, bedanya hanya ada di ranjang kosong, dimana di dalam ruangan 
Ini, ranjang kosong itu di tutupi oleh sebuah tirai putih transparan, Mira mengitari ranjang sementara ia melihat ke sekeliling. Sedari tadi, Mira masih bertanya-tanya, ruangan apa dan bagaimana bisa ada rumah yang di bangun di sini tanpa ada satu orang pun yang tahu. Hal ini tentu Saja membuat Mira begitu tertarik.
 
Mira pun mulai memeriksa ruangan itu, sementara para petugas kepolisian dan jurnalis lain masih 
Tampak sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri, di tengah ketegangan Melihat bagian-bagian yang belum tersentuh itu tiba-tiba Mira melihat Sesuatu yang ganjil, sesuatu yang ada di bawah sebuah kain hitam pekat Yang di lilit dan di letakkan di bawah ranjang bertirai putih itu. Mira Mengangkat ranjang, meraih ikatan hitam pekat itu, di dalamnya Mira Menemukan sebuah cincin dengana batu berwarna merah delima tua yang Lingkarannya terbuat dari tembaga kekuningan. Mira terdiam sejenak 
Menyaksikan cincin itu, sebelum Mira menyadari ada sesuatu yang lain di Balik ranjang itu. Mira tertegun menyaksikan sebuah buku tua yang di Buat dari kulit kambing berwarna cokelat muda. Mira mulai membuka buku Itu, di depannya tertulis sebuah tulisan yang di buat dengan menggunakan aksara jawa kuno.
 

Mira tidak mengerti buku apa itu sebenarnya sebelum sebuah suara mengejutkannya.
 
"mbak-" ucap seseorang dari luar ruangan. "tidak boleh masuk ke ruangan itu, ini masih Identifikasi di larang menyentuh atau melakukan apapun di sekitaran tkp"Mira berbalik, menyembunyikan buku dan cincin itu di balik baju belakangnya. 
 

"iya maaf pak, saya akan keluar"
 
Mira pun meninggalkan ruangan itu, menutup kembali pintu dan meninggalkan rumah aneh itu, 
Siapakah sosok di balik mayat misterius itu, sampai saat ini, Mira belum tahu. di luar rumah, kepala petugas yang bertanggung jawab dalam kasus ini mulai di Wawancarai banyak jurnalis termasuk Mira. Rentetan pertanyaan di ajukan namun tampak si kepala petugas belum yakin dengan jawabannya sehingga Semua jurnalis akhirnya meninggalkan tempat itu sementara waktu.
  
 
Dari apa yang Mira dengar hari ini, banyak spekulasi ganjil dari informasi mengenai siapa sosok mayat tanpa kepala itu, selain itu caranya mati pun menjadi tajuk Pertanyaan, apakah ia di tebas, namun spekulasi bagaimana bisa seseorang menebas kepala tanpa membuat mayat itu tersungkur masih menjadi Misteri. Pertanyaan itu sampai saat ini belum terjawab karena faktanya 
Mayat itu di temukan dalam keadaan duduk bersila.
 
Mira bersiap kembali ke kantor dan mempersiapkan laporannya hari ini, ia melangkah keluar dari 
Lokasi menuju mobil tua yang ia parkir di samping jalan, namun tiba-tiba pandangan Mira teralihkan melihat seseorang tengah menatapnya jauh dari samping sebuah mobil hitam.
 
Seorang wanita tua yang mengenakan kebaya dengan rambut di sanggul memperhatikannya seakan ada 
Sesuatu yang ia cari ada dalam dirinya, Mira masih menatapnya sebelum Sopirnya melangkah keluar dari dalam mobil dan membuka pintu. Wanita tua itu melangkah masuk, di ikuti si sopir sebelum akhirnya mobil hitam itu melaju melewatinya.

Mira membuka pintu mobil, melangkah masuk. Di lihatnya sekali lagi cincin dengan batu 
Delima merah itu dan buku dengan kulit kambing sebelum Mira menyadari Ada sesuatu yang ganjil pada dua benda itu.
 
Saat Mira menimbang-nimbang apa hubungan sebenarnya dengan semua ini tiba-tiba 
Mata Mira teralihkan pada coretan di atas jurnalnya yang terbuka. Mira Menatapnya sebelum menyadari tulisan dengan aksara jawa itu terlihat Sama dengan satu –dua kata penyebutan yang benar-benar sama. Mira Membaca kembali tulisan itu dan Mira tahu arti aksara jawa itu.
  
   
"Janur Ireng adalah santet yang menghabisi nyawa seluruh keluargaku!!!!!"
  
 
Mira mengendarai mobil, jam menunjukkan pukul 5 sore, setelah mendapat sedikit informasi yang bisa ia gali dari tempat kejadian perkara Mira berniat langsung mengerjakan semua laporan tentang penemuan mayat tanpa kepala itu untuk deadline berita esok sesuai instruksi dari kepala redaksi mbak stela.
Mira melangkah masuk, namun tiba-tiba perasaan tak enak itu muncul begitu saja. Mira berhenti di depan lift.  Mira yang seorang diri merasakan sesuatu yang ganjil. Belum pernah Mira merasakan kantor tempat ia bekerja sesunyi ini seakan ini bukanlah kantor yang biasa ia lalui, lagipula ini masih terlalu dini bagi para 
Karyawan yang sudah meninggalkan kantor. Mira membuang perasaan ganjil itu manakala pintu lift terbuka, tanpa membuang waktu dengan tas di punggung, Mira melangkah masuk, ia kemudian menekan tombol lantai tujuh, lantai tempat di mana Mira biasa bekerja. Pintu lift tertutup, perlahan-lahan lift bergerak naik. 

Mira masih teringat dengan mayat tanpa kepala itu. Pembunuhan macam apa hingga kepalanya saja sampai tidak di temukan. Mira berdeham setiap kali mengingat hal itu, tiba-tiba suara pintu lift mengalihkan perhatian Mira manakala ketika pintu lift terbuka, Mira melihat seseorang melangkah masuk. Seorang wanita muda yang  tak ia kenal melangkah masuk, ia tersenyum pada 
Mira namun Mira menanggapinya dengan anggukan yang canggung.   Mira melirik tombol lantai dan baru menyadari ia masih ada di lantai 3 tempat di mana kantor dari bagian lain berada.  Si wanita berambut hitam panjang itu mengenakan bluse merah dengan rok hitam, berbanding terbalik dengan pakaian Mira yang apa adanya mengingat Mira sendiri ikut terjun ke bagian lapangan. Wanita itu lalu berdiri di samping Mira sebelum akhirnya ia menekan tombol lift di angka sembilan, tak ada sesuatu yang aneh bagi Mira saat itu kecuali saat tiba-tiba di dalam kecanggungan lift Mira merasa aneh dengan wanita tersebut yang lebih banyak memilih untuk diam tak bergerak sedikitpun. Hal itu semakin menguat saat Mira terus mengawasi wanita itu dari sudut pandang matanya, ia sadar wanita itu hanya diam mematung memandang pintu lift dengan tatapan mata kosong. 

Mira mencoba untuk tetap tenang, ia memilih tak banyak bereaksi, sejujurnya Mira bukan orang yang suka ikut campur urusan orang, ia sendiri selalu merasa tak nyaman bercakap dengan orang yang tak ia kenal meskipun orang itu bekerja di perusahaan yang sama dengan dirinya. Suara pintu lift terdengar, Mira bersiap melangkah keluar saat tiba-tiba ia mendengar suara lirih dari wanita di sampingnya itu, ia berbicara tentang "sang angkara wes teko" (sang angkara sudah datang) Mira tertegun sesaat lalu menoleh melihat si wanita. Aneh. Pikir Mira, tatapan wanita itu masih kosong namun ada senyuman yang tersungging di sudut bibirnya.  Mira keluar dengan perasaan semakin aneh.

meski ia tak mendengar dengan jelas maksud ucapan wanita itu namun Mira yakin ada sesuatu yang tiba-tiba mengganjal di dalam dirinya. Sesuatu yang selalu muncul di kepala Mira namun selalu gagal ia gali. Lika-liku di dalam kepalanya benar-benar seperti labirin yang anehnya, Mira tidak bisa jangkau seorang diri. Hal apa yang sebenarnya terjadi dengan dirinya. Mira terhenyak, ia masih berdiri di depan pintu lift yang sudah lama tertutup, Mira berbalik menuju meja kerjanya, meletakkan tas dan mengeluarkan beberapa buku catatan dan jurnal tempat ia menulis informasi detail dari kejadian hari ini. "di temukan mayat tanpa kepala di area perkebunan tebu" setidaknya itu adalah headline yang terpikirkan oleh Mira saat ini, namun Mira masih belum merasa yakin apakah itu cukup untuk menarik perhatian dari pembacanya. 

Mira melihat jam di tangannya sudah pukul 5 lebih, ia melirik jendela di mana langit sudah mulai kemerahan, tiba-tiba Mira teringat dengan jurnal-jurnal di dalam tasnya. Ia mengambil jurnal khusus tempat biasa Mira menggoreskan catatan-catatan di luar pekerjaannya sebagai jurnalis, ia mulai membuka satu persatu lembar yang ada di dalam jurnal sampai tangannya berhenti di coretan 
Kasar yang masih membingungkan bagi Mira sendiri, "janur ireng" batin Mira menatapnya. Bagaimana ia bisa menulis catatan ini dalam keadaan yang tidak sadar.
  

Sebuah teror dokar (andong) yang di kemudikan pocongan keliling desa kami dan sekitarnya ,konon setiap pintu yang di ketuk atau desa yang disinggahi akan mendapatkan mal...

Mira merogoh isi tasnya dan mengambil buku tua dengan sampul dari kulit kambing cokelat itu lalu membuka lembar pertamanya. Mira mencocokkan satu sama lain seperti sebelumnya untuk meyakinkan dirinya bahwa aksara jawa yang terpampang di sana benar-benar sama, dan ternyata memang sama.

"menghabisi nyawa seluruh keluargaku".
Mira terdiam lama duduk di kursinya, ia memikirkan siapa yang menulis dan meninggalkan catatan ini di dalam ruangan itu. Apakah mungkin si pemilik catatan ini adalah mayat tanpa kepala itu. Entahlah. Pikiran 
Mira masih kalut.
  
Mira kemudian membalik halaman-per halaman berikutnya hingga halaman terakhir, namuntak ada yang Mira pahami ataupun mengerti karena semua halaman yang ada di dalam buku kuno itu nyaris di penuhi tulisan-tulisan dengan aksara jawa yang Mira sendiri tidak dapat membacanya, padahal Mira sendiri lahir dan besar di jawa.
 "tutt... Tuttt...tutttt!!" suara telepone di meja Mira tiba-tiba berbunyi sampai membuatnya terlonjak namun dengan sigap Mira mengangkatnya.
 
"Mir" ucap si penelpon. 
"Riko?" tanya Mira, 
  
"syukur masih ada lo di kantor, gw bisa minta tolong buat cek-buku gw di atas meja kayanya gw lupa tanggal berapa gw ada wawancara dengan pak sobo, gw 
Butuh nih. Bisa gak?" 
 Mira menoleh melihat meja Riko, sebelum mengatakannya "buku warna ijo tua itu?"
 
"ya. Betul sekali. Thanks god. Bisa lo lihat kan Mir, tanggal berapa?" 
 
"oke" kata Mira, 
Ia berdiri dari tempatnya duduk lalu berjalan perlahan- mendekati meja Riko, ia melihat buku berwarna hijau tua itu, membuka  lembar per-lembar halaman saat tiba-tiba suara pintu liftterdengar. "ting tong" Mira menoleh melihat kearah pintu lift.
 
Ruangan tempat Mira bekerja sendiri adalah ruangan yang memang di desain dengan sedinamis mungkin sehingga meski dari meja para karyawan bisa melihat langsung kearah pintu lift sehingga para karyawan yang bekerja bisa tahu kedatangan dan kepergian seseorang dari segala sisi ruangan.
 Mira masih menatap pintu lift, ia terpaku menunggu siapa yang akan keluar dari sana namun 
Anehnya, tak ada siapapun yang melangkah keluar dari sana. 
  
"Mir. Gimana, tanggal berapa itu?" 
 
Mira terhenyak ia lupa 
Bila Riko sedang menghubunginya, Mira kembali fokus pada buku di depannya, melihat lembaran di atas meja dan setelah mencari-cari akhirnya Mira menemukannya.  Tulisan Riko tentang wawancaranya dengan pak sobo, salah satu orang terkaya di negara ini. "tanggal 24 agustus tahun 20-" Mira melihat ke arah lift lagi, entah apa yang baru saja terjadi, Mira merasakan perasaan paling tak enak yang belum pernah ia rasakan hingga sejauh ini.
 
"oke makasih Mir, gw berhutang sama lo. Ngomong-ngomong kok lo masih ada di kantor sih"
 Mira tidak mendengar apa yang Riko katakan, ia masih fokus menatap pintu lift hingga dari jauh terdengar suara langkah kaki mendekat. Seseorang baru saja melangkah masuk.
 
Tap tap tap…
Mira menatap bayangan hitam orang itu yang berjalan mendekat kearah tempat Mira berdiri. Sosoknya tinggi semampai dan dari bayangan lekuk tubuhnya, Mira merasa familiar. Ia terlihat seperti Mira terhenyak saat tahu itu adalah wanita yang ia temui di dalam lift tadi.

"Getih Ireng sing nang njero awak menungso iku ngunu tondo jalar'e teko pitu lakon, kowe salah siji'ne sing onok nang takdir rambat soko kembang wijayakusuma" (darah hitam yang ada di dalam tubuh manusia itu adalah pertanda dari datangnya musibah tujuh cerita. Kamu adalah salah satu yang ada dalam takdir bunga merambat Wijayakusuma).

Mira terpaku menatap wanita itu. Ia berbicara dalam logat bahasa jawa yang kental, aneh. Apa yang ia cari di sini. Kenapa ia ada di sini.  

"Mir, ada orang lain ya di situ"

 ucap Riko dari pesawat telephone, namun Mira tak bergeming mendengarkan, ia lebih tertuju pada wanita itu yang mendekatinya namun berhenti di meja tempat ia bekerja. Tak lama, wanita itu mengelus perlahan buku tua itu sebelum menatap wajah Mira yang masih penasaran.

"buku teko trah bolosedo yo mbak, trah ireng sing jeneng'e Kuncoro" (buku dari darah bolosedo ya mbak, darah hitam yang bernama Kuncoro) ucap wanita itu sembari menyeringai menyentuh buku itu namun tak lama ia melirik Mira, tatapannya begitu mengerikan.

 "njenengan sinten? Onok urusan opo njenengan ten mriki"

 (anda siapa? Ada urusan apa anda di sini)

Wanita itu masih tersenyum ganjil, membuat Mira begidik ngeri. Satu tangannya seperti menyembunyikan sesuatu yang tidak dapat Mira lihat, sementara tangan lain membelai buku itu sembari—terus menyebut-nyebut tentang "Kuncoro".

"Mir—jancok. Jawab lah, ada orang lain ya di sana?"


Mira masih tak menjawab pertanyaan Riko, karena wanita itu kini berjalan mendekatinya.   

 "kulo wonten urusan kale njenengan amergo kulo nyuwun tulung, tulung adek'ku mbak, jeneng'e bayu saseno. Kowe kudu nulung bayu, amergo bayu iku podo karo njenengan pitu kurdo sing bakal dadi musuhe pitu lakon" (saya, ada urusan dengan kamu karena itu saya meminta tolong, tolong adikku mbak, namanya bayu saseno. Kamu harus menolong dia karena bayu itu sama seperti kamu, tujuh yang di pilih yang kelak akan melawan tujuh yang lain).

"nulung?" (nolong?)

 Wanita itu sudah berdiri di depan Mira, ia menyentuh Mira menatapnya dengan tatapan mengiba, "yok opo carane aku nulung? Sopo iku pituh lakon?" (bagaimana caraku untuk menolong? Siapa itu tujuh yang lain)  wanita itu hanya diam sebari menatap wajah Mira. 


"pituh lakon iku bencono sing bakal mok temoni mari iki, waktu'ne wes cedek, mbak isok nolong adikku ambek...." (tujuh yang aku maksud adalah bencana yang akan kamu temui, waktunya sudah dekat, mbak bisa menolong adik saya dengan....) 

Wanita itu terdiam sejenak. 

"getihmu" (darahmu).

 Mira baru menyadari bahwa di balik punggungnya ia menyimpan sebilah pisau yang ia ambil 

Dengan tangannya, ia langsung menancapkannya tepat di bahu Mira. 

Mira yang terkejut tak dapat melawan banyak, namun Mira berhasil mendorong wanita itu yang 

Berhasil menarik pisau dengan lumuran darah Mira.

Mira terhempas duduk menatap wanita itu yang tertawa sinting di depan Mira. Ia menjilati 

Darah itu sebelum menyayat pergelangan tangannya sendiri dan membuka buku itu dengan cara membabi buta. Lembar-perlembar ia buka seperti tengah mencari sesuatu, saat ketika ia berhasil menemukan halaman yang ia cari, ia mulai mengoles darahnya juga dengan darah Mira dari pisau itu. Menuliskan sesuatu di dalam lembaran kertas itu, sesuatu yang Mira tak tahu apa yang ia tulis sebenarnya. Setelahnya, wanita itu melihat Mira lagi dengan tatapan sinting, Mira bergerak mundur takut bila ia akan menyerangnya lagi, sementara rasa nyeri sudah menjalar di tubuhnya. 

"Mir—Mira ada apa?!! Kenapa lo teriak begitu" 

 Mira baru sadar, Riko masih terhubung di ujung telephone, dengan cepat Mira menyambarnya lalu berbicara pada Riko. "tolong gw, gw baru aja di tusuk pisau sama seseorang. Tolong gw rik" ucap Mira, kesadarannya perlahan mulai menghilang, namun Mira masih bisa melihat wanita itu, ia mendekati Mira 

Perlahan-lahan sembari tetap menatap dengan pandangan menyeringai.

Mira berusaha bergerak mundur namun tubuhnya sudah lemah lunglai akibat banyaknya darah yang sudah keluar dari dalam tubuhnya.

"Mir-Mira. Gw bakal minta bantuan, lo lakuin sesuatu yang bisa bikin lo tetep idup. Mir....."

Si wanita merebut gagang telepone lalu menutupnya. Ia kemudian meletakkan buku itu di depan Mira

 lalu berbisik lirih, "ngapunten, kulo kudu ngene, iling-ilingen mbak, bayu saseno, jeneng iku kudu mok golek'i" (maaf, saya harus melakukan ini, ingat-ingat mbak, bayu saseno nama yang kamu cari setelah ini).

 Setelah meletakkan buku di depan Mira, wanita itu melangkah mendekati jendela, ia kemudian 

Menaiki rangkaian besi di sekitarnya. Mira terpaku tahu apa yang akan dia lakukan. 

"mbak jangan mbak!! Mbak!!" teriak Mira.

Mira berusaha bangkit, memaksa tubuhnya untuk berdiri namun ia gagal, seluruh persendiannya sudah lemas, bahkan sebagian tubuhnya sudah tak dapat di gerakkan. Sesuatu yang seharusnya Mira bisa hentikan namun rupanya menjadi pemandangan terakhir yang harus Mira saksikan saat wanita itu melompat begitu saja keluar dari  jendela tepat dari lantai tujuh tempat Mira berada.

Perlahan semuanya menjadi sunyi senyap.

Mira melirik buku itu yang di letakkan tepat di hadapannya, terbuka satu halaman dengan coretan darah kental, di atasnya tertulis sebuah bentuk kalimat yang Mira tak mengerti sama sekali.

"Sang Angkara"

Perlahan semuanya mendadak gelap.


Bersambung...